Kekaisaran Romawi (Latin: IMPERIVM ROMANVM atau Imperium
Romanum) adalah sebuah entitas politik yang pernah berkuasa di Italia saat ini dengan Roma sebagai pusat
pemerintahannya. Walaupun kota Roma telah berdiri sejak tahun 753 SM, perlu waktu 500 tahun
bagi pemerintah Romawi untuk meneguhkan kekuasaannya hingga melewati
semenanjung Italia.
Dalam proses memperluas kekuasaannya, Romawi
berbenturan dengan Kartago (pemerintahan yang
didirikan tahun 814 SM oleh bangsa Fenisia). Akibatnya, keduanya berperang
dalam sebuah peperangan yang disebut Perang Punic (264-241 SM). Perang
ini berakhir dengan direbutnya kotaKartago oleh Romawi pada
tahun 146 SM, yang menandai permulaan
dari dominasi pemerintahan Romawi di Eropa, yang terus berkuasa dengan kekuasaan
tertinggi selama enam abad berikutnya.
Bagian selanjutnya akan menguraikan peristiwa-peristiwa
besar (Major Event) yang terjadi selama Kekaisaran Romawi berdiri.
Julius Caesar dikenang sebagai
kaisar Romawi paling sempurna (walaupun Roma masih merupakan sebuah republik
semasa hidupnya dan jabatan kaisar belum dibentuk hingga ia meninggal). Ia
memerintah Republik
Romawi beberapa
tahun setelah penaklukan kekuatan terakhir bangsa galia di bukit alesia, hingga
kematian tragisnya di sidang senat pada 44 SM.
Kekuasaan yang dimiliki Julius Caesar didapatkannya
ketika ia masih menjabat sebagai salah satu anggota Triumvirat (sebuah dewan
pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai, ketika itu : Caesar,
Pompei dan Crassus) sebagai pemimpin militer. Pada saat itulah ia memulai
rencananya untuk merebut daerah luas di utara eropa yang dikuasai bangsa Galia
dengan dukungan sahabatnya, Pompei (106-48 SM).
Sejak dikalahkannya Kartago,
sekitar satu abad sebelum Caesar lahir, Republik Roma dipenuhi dengan perang
saudara, pemberontakan kekuatan militer, korupsi, dan ketidak puasan terhadap
dewan Senat sebagai pusat pemerintahan. Suatu kondisi politik yang kacau di
sebuah republik yang berkuasa di laut tengah. Dengan berdirinya Triumvirat, beberapa masalah mampu
ditangani, walaupun Caesar menyadari bahwa sistem republik sudah tidak layak
dipertahankan.
Di tangan Julius Caesar bangsa
romawi mulai mewujudkan mimpinya untuk menyerang timur laut dan utara eropa. Ia
mendesak perbatasan Romawi sampai ke daratan Inggris (Brittania) sehingga lebih
dari separuh benua eropa berada di bawah kekuasaan Republik Roma. Namun
kemenangan Caesar dianggap ancaman terhadap republik oleh sebagian anggota
Senat, bahkan Pompei ikut mendukung Senat untuk melawan
Caesar. Keadaan tersebut memaksa Caesar untuk melakukan Kudeta dan mengabaikan
hukum pemerintahan republik itu. Dari utara,
Caesar bersama tentaranya menyerang dan merebut kota Roma dari tangan Senat,
mengalahkan Pompei dan mengejarnya sampai ke Mesir (dimana
yang ia dapatkan hanya kepala Pompei yg tersisa akibat
pembunuhan yang dilakukan persekongkolan di mesir, hal tersebut sangat disesali
oleh Caesar). Kemenangan Julius Caesar menjadikannya sebagai penguasa Roma
dengan kekuasaan mutlak. Ia terus memerintah sampai tewas dibunuh oleh
sekelompok orang yang masih mendukung republik pada tahun 44 SM.
Julius Caesar mengubah perjalanan sejarah
Roma - dan tentu saja, sejarah Eropa. Di Roma sendiri, ia menggulingkan
pemerintahan republik (walaupun harus melakukan kudeta dan berperang melawan
teman seperjuangannya, Pompeius magnus) dan menciptakan jabatan yang menurut
faktanya adalah seorang kaisar, yang dijadikan jabatan resmi oleh
kemenakannya Octavianus (63 SM-14 Masehi)
ketika ia memegang kekuasaan setelah kematian pamannya. Tatkala Caesar baru
mulai memerintah, Roma adalah penguasa utama di Laut Tengah. Pada waktu
kematiannya, Roma juga menjadi pemerintahan adikuasa yang pertama di Eropa-atau
boleh jadi di seluruh dunia (dengan pengecualian Persia dibawah Cyrus dan
Macedonia dibawah Alexander).
[kelahiran Kekaisaran Romawi (30 SM)
Kaisar Augustus, Kaisar
pertama sekaligus pendiri Kekaisaran Romawi
Setelah Julius Caesar tewas, ia digantikan
oleh kemenakannya yang bernama Octavianus. Namun bukan hanya jabatan
besar, masalah-masalah besar pun turut diwariskan sang paman, selain mendapat
banyak perlawanan dari saingan-saingannya, Octavianus juga harus membongkar
skandal pembunuhan caesar yang dilakukan oleh sebuah sindikat persekongkolan
yang dipimpin Gaius
Cassius dan Markus
Yunius Brutus.
Oleh karenanya, ia sepakat untuk memimpin sebuahTriumvirat (sebuah
dewan pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai) bersama-sama Marcus Lepidus (?-13 SM) dan Marcus Antonius (83-30 SM).
Namun sekali lagi, pemerintahan Triumvirat
ini tidak cukup berhasil, sehingga menimbulkan banyak masalah termasuk kisah
percintaan Markus Antonius dengan ratu mesir Cleopatra di kemudian hari.
Cleopatra sendiri adalah pemimpin terakhir dari dinasti terakhir mesir
(ptolemy), seorang ratu yang pada masa sebelumnya juga pernah memiliki skandal
percintaan dengan Caesar. Kita tinggalkan dulu Cleopatra, setelah para pembunuh
Julius Caesar berhasil ditangkap dan dihancurkan, Triumvirat sepakat untuk
membagi kekuasaan secara geografis, dengan Octavianus di Eropa, Lepidus di Afrika dan Antonius di Mesir.
Di Mesir, Markus Antonius mengawali pemerintahannya
di kota kosmopolitan Alexandria, disanalah ia
bertemu Cleopatra (69-30 SM) yang
kemudian ia nikahi (walau besar kemungkinan keduanya pernah bertemu di saat
Caesar masih hidup). Perlahan tapi pasti, sahabat seperjuangan Julius Caesar
ini mulai berpindah pihak. Ia menetapkan ketiga anaknya sebagai penggantinya
dan sering kali ia menghadiahi istrinya dengan benda-benda yang mahal, bahkan
timbul kabar angin bahwa ia akan menghadiahkan kota Roma (yang dikuasai
Octavianus) kepada Cleopatra, sebagai hadiah.
Ketika kabar angin itu merebak dan terdengar
oleh Octavianus, ia menjadi berang dan mendeklarasikan perang melawan Anthony.
Kedua belah pihak berhadapan muka di Pertempuran Actium Pada
tahun 31 SM. Pada pertempuran itu, pasukan Anthony berhasil di desak dan di
kalahkan (Anthony dan Cleopatra kemudian mengakhiri hidup mereka dengan bunuh
diri pada tahun 30 SM). Octavianus mendeklarasikan dirinya sebagai
kaisar romawi dengan berbagai gelar baru, termasuk Imperator danKaisar
Augustus (Augustus Caesar). Dengan pendeklarasian ini, maka Kekaisaran
Romawi, puncak dari dominasi politik yang dibangun selama 7 abad, resmi berdiri.
Tepatnya tahun 27 SM.
Tahun empat kaisar (69 Masehi)
Setelah Kasiar Nero meninggal karena bunuh diri pada
tahun 68, meletuslah suatu perang saudara di Kekaisaran Romawi
(perang saudara pertama sejak kematian Antonius pada tahun 30 SM),
masa yang dikenal juga dengan sebutan Tahun empat Kaisar (Year
of the four emperors). Antara bulan Juni 68 hingga bulan Desember 69, Kaisar
Romawi berganti hingga 3 kali dalam satu tahun (Nero digantikan Galba, Galba digantikan Otho, Otho digantikan Vitellius, Vitellius digantikan Vespasian, penguasa pertama
dari dinasti Flavian). Periode perang saudara
ini sendiri dianggap menjadi awal catatan hitam dalam sejarah Kekaisaran
Romawi, karena akibat yang ditimbulkannya berimplikasi besar pada kestabilan
politik dan militer Roma saat itu.
Krisis Pada Abad ke-3 (253 - 284)
Setelah Augustus mendeklarasikan
berakhirnya perang
saudara pada
abad ke-1 Sebelum Masehi, Kekaisaran Romawi
mengalami periode dimana perluasan daerah, kedamaian, dan kemakmurah ekonomi
terasa diseluruh penjuru Kekaisaran (Pax Romana). Namun pada abad ke-tiga, Kekaisaran
dihadapkan pada sebuah krisis dimana serangan bangsa bar-bar, perang saudara, dan hiperinflasi terjadi dalam waktu
yang bersamaan dan terus menerus, yang hampir menyebabkan runtuhnya Kekaisaran
Romawi.
Kekacauan ini sala satunya disebabkan karena
tidak adanya suatu sistem yang jelas yang mengatur tentang pergantian
kekuasaan (succesion) sejak Augustus meninggal tanpa
menunjuk penerus Kekaisaran (normalnya, kekuasaan akan diserahkan kepada anak
sang kaisar, namun saat itu Augustus tidak memiliki anak). Hal ini menyebabkan
kekacauan saat pergantian kekaisaran pada abad ke-1 dan ke-2, namun biasanya
kekacauan yang terjadi tidak berlangsung lama.
Pada abad ke-3 ini, puncak kekaisaran
dipimpin sekurang-kurangnya 25 Kaisar antara tahun 235 - 284 (biasa
disebut Kaisar-Militer (Soldier-Emperor). Kebanyakan
dari 25 kaisar ini tewas dibunuh atau terbunuh dalam konflik abad ke-3 ini.
periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.
Penyebaran Agama Kristen di Romawi
Kurang lebih tiga abad setelah kematian Kaisar Augustus (wafat pada tahun 14
Masehi), Roma yang berbentuk kekaisaran telah berkembang dengan pesatnya.
Dengan wilayah yang luas dan kekuatan militer yang tak terkalahkan, kekaisaran
Romawi menjadi kekaisaran terbesar di dunia yang telah dikenal ketika
itu, masa yang biasa disebut Pax Romana, di mana pun terwujud.
Konstantin yang agung, atau
dikenal juga dengan sebutan Konstantin I
Pada saat inilah, agama Kristen mulai tumbuh dan
berkembang di Roma. Tidak seperti agama-agama sebelumnya, yang diwariskan dari
generasi ke generasi sebagai ciri-ciri budaya suatu bangsa, agama Kristen
secara aktif mempertobatkan mereka yang belum percaya. Agama Kristen bermula
dari Timur Tengah dan menyebar hingga ke Yunani dan Mesir. Para utusan Injil Kristen terutama murid Yesus, Petrus
(?-67 Masehi), perintis penyebaran agama Kristen, bersama-sama Saulus dari
Tarsus (5-67 Masehi), kini dikenal sebagai Paulus, memberitakan agama yang
baru itu ke seluruh wilayah Kekaisaran dan bahkan sampai ke Roma.
Pada awalnya, kedatangan agama baru ini bisa
ditoleransi oleh orang Romawi. Namun pada perkembangan selanjutnya, orang
Romawi mulai khawatir akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepatnya.
Mereka mengkhawatirkan agama ini akan memecahbelah persatuan bangsa Romawi.
Maka dimulailah pembantaian terhadap orang-orang yang memeluk agama Kristen.
Mereka dibunuh, ditindas atau dijadikan umpan singa di arena sirkus. Meskipun demikian, gerakan-gerakan bawah
tanah orang Kristen tetap aktif menyebarkan agama, mereka menjadikan Roma
sebagai pusat gerakan mereka.
Hingga suatu ketika, keadaan ini berubah
ketika Constantinus (280-337 Masehi),
yang memeluk agama Kristen, berkuasa. Di bawah kepemimpinannya, agama yang
awalnya ditentang ini, mulai diterima dan bahkan dikembangkan. Bahkan, ia
sempat menjadi penengah dalam sebuah perselisihan serius mengenai doktrin
antara golongan barat dan timur dalam Gereja. Ia mengundang para uskup yang mewakili kedua golongan itu untuk
menghadiri sebuah Konsili Nicea tahun 325 Masehi. Di
sana perbedaan-perbedaan di antara mereka diselesaikan. Pengakuan
Iman Nicea,
yang naskahnya dibuat pada konferensi tersebut, menetapkan keyakinan-keyakinan
Kristen yang mendasar yang dapat disepakati kedua golongan.
Selanjutnya, Constantinus mengambil sejumlah
langkah untuk menyelamatkan orang Kristen dari kehancuran, baik sebagai
akibat penganiayaan eksternal ataupun
perselisihan internal. Ia juga menetapkan agama Kristen sebagai agama
negara di seluruh pemerintahan Kekaisaran Romawi.
Karena jasa-jasanya itulah, agama tersebut
mulai tersebar bahkan menjadi dominan di seluruh Eropa (karena ketika itu, Romawi
menguasai hampir seluruh daratan Eropa).
Pembagian Kekaisaran Romawi (395)
Pembagian Kekaisaran Romawi yang tunggal
menjadi dua (Kekaisaran
Romawi Barat dan Kekaisaran
Romawi Timur)
terjadi sekitar tahun 395 setelah
kematian Thedosius I. Pembagian kekuasaan ini dilakukan melalui
serangkaian peristiwa yang saling terkait.
Pembagian
Wilayah oleh Diocletian (305).
Kaisar Romawi ketika itu, Diocletian mulai mengalami
kesulitan-kesulitan yang serius dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah
yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya :
·
Daerah
yang terlalu luas mengakibatkan koordinasi pusat dengan daerah lainnya
terhambat, perlu waktu berbulan-bulan agar maklumat atau hukum dari pusat
pemerintahan samapai ke daerah terpencil.
·
Daerah
yang terlalu luas itu juga mengakibatkan rendahnya pengawasan dan penjagaan
dari serangan bangsa lain seperti Goth, Visigoth, Vandal dan Frank.
Diocletian melihat bahwa Kekaisaran Romawi
tidak akan bisa bertahan jika dipimpin oleh satu pemerintahan saja, maka ia pun
membagi Kekaisaran menjadi dua pada sekitar daerah timur Italia (lihat), dan menyebut pemimpinnya dengan
sebutan Augustus
·
Kekaisaran
Romawi Bagian Barat dengan Diocletian sebagai Augustus bagi Wilayah
Barat
·
Kekaisaran
Romawi Bagian Timur dengan Maximian, sahabat karib Diocletian,
sebagai Augustus wilayah Wilayah Timur
Walaupun begitu, kekaisaran Romawi pada saat
itu tetap menjadi suatu Kekaisaran tunggal, pemisahan menjadi
Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur terjadi pada masa
kepemimpinan Theodisius I.
Tetrachy
(Empat Pemimpin)(285 – 324)
Diocletian, pencetus
pemisahan wilayah Romawi.
Setelah wilayah Kekaisaran Romawi dibagi
menjadi dua wilayah. Pada tahun 293 masing-masing Augustus memilih kaisar
muda yang disebut Caesar (bedakan antara Kaisar(Emperor)
dengan Caesar) sebagai pembantu urusan administratif dan
sebagai penerus Kekaisaran jika mereka meninggal; Galerius menjadi Caesar dibawah Dioclotian danConstantius
Chlorus dibawah
Maximian. Konstitusi ini disebut Tetrachy dalam ilmu pemerintahan modern.
Pada awalnya, sistem ini cukup berhasil
mencegah kehancuran Kekaisaran Roma. Penurunan kekuasaan pun berlangsung dengan
damai. Setiap Caesar, dari barat ataupun timur, menggantikan Augustus masing-masing
dan mengangkat Caesar Baru; Galerius mengangkat
keponakannya Maximinus, dan Constantius mengangkat Flavius Valerius Severussebagai Caesar nya.
Namun keadaan berubah ketika Constantius Chlorus meninggal pada tanggal 25 Juli
306. Pasukan Constantius di daerah Eboracum segera mengangkatConstantine, anak Constantius, sebagai
Augustus. Dan pada bulan agustus pada tahun yang sama, Galerius juga
memutuskan untuk mengangkat Severus menjadi Augustus.
Ketika ketidakpuasan merajalela, Roma
dihadapkan pada sebuah revolusi yang menginkan Maxentius anak Maximian,
menjadi Augustus (akhirnya ia menjadi Augustus pada tanggal 28 Oktober 306).
Berbeda dengan yang lainnya, pengangkatan Maxentius ini didukung oleh
pasukan Praetorian. Hal ini menyebabkan Kekaisaran memiliki 5
pemimpin: Empat Augustus (Galerius, Constantine, Severus dan Maxentius) dan
seorang Caesar (Maximinus)
Dan pada tahun 307, Maximian juga memproklamirkan dirinya sebagai
Augustus, bersebelahan dengan anaknya Maxentius (sehingga secara total, ada 6
orang Augustus di Kekaisaran Romawi yaitu : Maximinus, Maximian, Maxitius,
Galerius, Constantine dan Severus). Namun hal ini tidak disetujui oleh Galerius
dan Severus, sehingga menimbulkan perang saudara di daerah Italia. Akhirnya,
Serverus terbunuh di tangan Maxentius pada tanggal 16 September 307. Keduanya
(Maximinus dan Maxentius) pun berusaha memikat Constantine untuk bekerjasama
dengan cara menjodohkan Constantine dengan Fausta, anak Maximian sekaligus kakak kandung
Maxentius.
Keadaan semakin rumit ketika Domitius Alexander, Vicarius (semacam
Gubernur) dari Provinsi Afrika memproklamirkan diri sebagai Augustus pada 308.
Melihat perkembangan ini, maka diadakanlah Kongres Carnuntum yang dihadiri oleh
Diocletian, Maximian, and Galerius. Kongres ini menghasilkan keputusan antara
lain :
·
Galerius menjadi Augustus di Kekaisaran Romawi
Wilayah Timur
·
Maximinus menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi
Wilayah Timur
·
Maximian Dipecat
·
Maxentius tidak diakui, kepemimpinannya dianggap
ilegal
·
Constantine mendapat pengakuan, namun jabatannya di
turunkan menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Bagian Barat
Namun masalah terus berlanjut. Maximinus
menuntut agar gelarnya sebagai Augustus dikembalikan. Akhirnya dia
memproklamirkan dirinya kembali sebagai Augustus pada tanggal 1 Mei 310.
Diikuti oleh Maximian yang memproklamairkan dirinya, untuk yang ketiga kalinya,
menjadi Augustus. Namun ia (Maximian) tewas dibunuh oleh menantu-nya sendiri,
Constantine, pada bulan Juli 310. Pada akhir tahun 310, Kekaisaran Romawi masih
dipimpin oleh 4 Augustus resmi (Galerius, Maximinus, Constantine, dan Licinius)
dan seorang Augustus ilegal (Maxentius)
Galerius, dalam koin
Romawi.
Galerius tewas pada bulan Mei 311 meninggalkan
Maximinus sebagai penguasa tunggal Kekaisaran Romawi Wilayah Timur. Disaat
bersamaan, Maxentius mendeklarasikan perang terhadap Constantine, yang telah
membunuh ayahnya (Maximian adalah ayah kandung Maxentius). Namun peperangan itu
menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Ia tewas dalam suatu pertempuran melawan
Constantine, Pertempuran di Jembatan
Milvian,
pada tanggal 28 Oktober 312.
Akibat kematian Maxentius, Augusti (kata
jamak dari Augustus) hanya bersisa 3 orang; Maximinus, Constantine, dan
Licinius. Licinius kemudian menikahi Constantia, adik Constantine, untuk
mengikat persahabatan dengan Constantine.
Pada bulan Agustus 313, Maximinus tewas di
daerah Tarsus, Cilicia. Augusti yang tersisa
(Licius dan Constantine) akhirnya sepakat membagi 2 wilayah Kekaisaran Romawi,
seperti yang dilakukan oleh Diocletian; Constantine di Kekaisaran Romawi Bagian
Barat, dan Lucius di Kekaisaran Romawi Bagian Timur.
Pembagian kekuasaan ini berlangsung selama
sepuluh tahun. Samapai pada tahun 324, peperangan antara dua Augusti yang
tersisa terjadi. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Lucius, menjadikan
Constantine sebagai penguasa tunggal di seluruh Kekaisaran Romawi.
Kemudian Constantine memutuskan bahwa
Kekaisaran yang hampir musnah ini, membutuhkan ibukota baru sebagai pusat
pemerintahan. Ia memutuskan memindahkan pusat pemerintahan ke Kota kunoByzantium dan mengubah namanya
menjadi Nova Roma (namun dikemudian hari, kota ini dikenal
dengan Constantinople, kota Constantine).
Constantineople terus menjadi pusat pemerintahan Constantine yang agung sampai
kematiannya pada tanggal 22 Mei 337.
Theodosius
I, Kaisar Terakhir (395)
Pada tahun 392, Valentinian tewas di Vienne. Theodosius I menggantikan dia,
memerintah seluruh Kekaisaran Romawi.
Theodosius mempunyai dua putra (Arcadius dan Honorius) dan seorang putri bernama
Pulcheria, dari istri pertamanya, Aelia Flacilla. Putri dan istrinya pertamanya
kemudian tewas pada tahun 385. Dari istri keduanya, Galla, dia mendapatkan
seorang putri, Galla Placidia, ibu dari Valentinian III, seseorang yang
kemudian menjadi Kaisar di Kekaisaran Romawi Barat.
Setelah kematiannya pada tahun 395,
kekuasaannya dibagi kepada dua anaknya Arcadius dan Honorius; Arcadius menjadi
penguasa Kekaisaran Romawi Timur, dengan ibukota Konstantinopel, dan Honorius
menjadi penguasa di Barat, dengan ibukota Milan. Pembagian ini dianggap sebagai
akhir dari Kekaisaran Romawi yang Tunggal.
Pertempuran Adrianople (378)
Pertempuran Adrianople (9 Agustus 378) adalah
pertempuran antara Tentara Romawi yang dipimpin Kaisar Valens dan suku Jerman (Germanic
Tribes, kebanyakan berasal dari suku Visigoths dan Ostrogoths) dipimpin
oleh Fritigern. Pertempuran terjadi di daerah Adrianople dan berakhir dengan
kekalahan telak Kekaisaran Romawi.
Pertempuran ini mengakibatkan tewasnya Kaisar Valens
Kerajaan Romawi (Latin: Regnum
Romanum) adalah sebuah pemerintahan monarki di kota Roma dan wilayah
kekuasaannya.[1] Tidak banyak yang
diketahui mengenai sejarah Kerajaan Romawi karena tidak ada sumber tertulis
yang berasal dari zaman tersebut. Kebanyakan sumber ditulis selama masa Republik dan Kekaisaran berdasarkan pada
legenda. Sejarah Kerajaan Romawi bermula sejak pendirian kota tersebut, sekitar
tahun 753
SM dan berakhir setelah
penggulingan kekuasaan para raja dan pendirian Republik
pada tahun 509
SM.[2]
Awal kerajaan
Kerajaan Romawi bermula dari pemukiman di
sekitar Bukit
Palatine di
sepanjang sungai Tiber di Italia
Tengah. Wilayah itu subur dan bukit-bukitnya menyediakan
perlindungan sehingga tempat itu mudah dipertahankan. Hal ini ikut berperan
dalam kejayaan Roma kelak.[3] Pada awalnya Romulus dan
Remus berselisih mengenai tempat akan didirikannya kota. Ketika Romulus sedang
membangun tembok kota, Remus mengejek dan mengganggu pekerjaannya. Puncaknya
adalah ketika Remus melewati wilayah Romulus, Remus dibunuh oleh Romulus.[4] Menurut sumber dari Livius, Plutarkhos,Dionysius dari Halicarnassus dan yang lainnya,
kerajaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja dalam masa 243 tahun.
Ketika bangsa Galia menyerang Roma setelah Pertempuran
Allia pada
390 SM, (menurut Polybius pertempuran tersebut terjadi pada 387/386 SM) mereka
menghancurkan semua catatan sejarah, sehingga tidak ada catatan sejarah dari
masa kerajaan.[5]
[sunting]Lembaga politik
Raja
Romawi awal adalah sebuah monarki yang
dipimpin oleh seorang raja (Latin: rex).
Semua raja Romawi dipilih oleh rakyat Roma kecuali Romulus yang menjadi raja
karena dia yang mendirikan Roma.[6]
Dengan asumsi bahwa raja berdaulat penuh dan
memegang kekuasaan tertinggi negara, maka raja juga adalah sekaligus:[7]
1. Kepala pemerintahan -
memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola semua harta milik negara,
dan mengawasi semua pekerjaan umum
4. Panglima tertinggi -
komandan militer Romawi dengan kekuasaan mengatur legiun, menunjuk pemimpin militer, dan menyatakan perang.
5. Pemimpin keagamaan - mewakili Romawi dan rakyatnya di
hadapan para dewa, memiliki kendali administratif atas agama Romawi.
Kepala pemerintahan
Raja diberikan kekuasan pemerintahan,
kehakiman, dan militer tertinggi dengan penggunaan imperium.
Imperium dimiliki raja seumur hidupnya dan membuat raja kebal terhadap
pengadilan. Sebagai pemilik tunggal imperium di Roma pada saat itu, raja
memiliki kekuasaan
eksekutif tertinggi
serta kekuasaan militer sebagai panglima tertinggi seluruh legiun
Romawi. Selain itu, hukum yaang menjaga warga negara dari
penyalahgunaan magistratus yang memiliki imperium, tidak ada pada masa raja.
Kekuasaan raja yang lainnya adalah hak untuk
menunjuk atau mencalonkan pejabat pada semua jabatan. Raja menunjuk tribunus celerum untuk bertugas sebagai
tribunus suku Ramnes di Roma sekligus sebagai komanan pengawal pribadi raja, Celeres. Raja diharuskan
menunjuk tribunus ketika mulai menjabat dan ketika akan meninggal. Tribunus
merupakan jabatan tertinggi kedua setelah raja dan juga memiliki hak untuk
memanggil rapat Majelis Curiate.
Jabatan lainnya yang ditunjuk oleh raja
adalah praefectus urbi,
yang bertindak sebagai penjaga kota. Ketika raja sedang berada di luar kota,
prefek memiliki semua kekuasaan dan hak raja, bahkan diberikan imperium selama
berada di dalam kota.
Raja juga merupakan satu-satunya orang yang
bisa mengangkat bangsawan menjadi anggota Senat.
Pemimpin keagamaan
Raja memiliki hak pada auspicium atas nama Roma dan
kepala augurnya, dan
tidak ada bisnis publik yang dapat dilaksanakan tanpa kehendak dewa menjadikan
asupicium penting. Orang-orang mengenal raja sebagai perantara antara manusia
dengan dewa (pontifex, "pembangun jembatan") dan dengan
dimikian mereka memandang raja dengan sangat religius. Ini menjadikan raja
sebagai pemimpin agama
negara. Raja bisa mengatur kalender Romawi, dia
juga menyelenggarakan semua upacara keagamaan dan menunjuk pejabat keagaamaan
yang lebih rendah. Diceritakan bahwa Romulus merupakan pendiri jabatan augur
sekaligus merupakan augur terhebat. Demikian juga raja Numa Pompilius, yang
mengembangkan dasar-dasar dogma keagamaan Romawi.
Pemimpin legislatif
Di bawah kepemimpinan raja, lembaga
legislatif (Senat dan Majelis Curiate) hanya memiliki sedikit kekuasaan; mereka
bukanlah lembaga yang independen karena mereka tidak memiliki hak untuk
berkumpul dan mendiskusikan masalah kenegaraan sesuai kehendak mereka. Mereka
hanya bisa berkumpul jika dipanggil oleh raja dan hanya boleh mendiskusikan
masalah sesuai keinginan raja. Walaupun begitu, Majelis Curiate memiliki hak
untuk meluluskan hukum yang diusulkan oleh raja, sedangan senat berfungsi
sebagai dewan kehormatan. Senat bertugas menasehati raja namun tidak bisa
mencegah tindakan raja. Satu-satunaya tindakan raja yang tidak boleh dilakukan
tanpa persetujuan Senat dan Majelis Curiate adalah menyatakan perang terhadap
negara lain.
Hakim agung
Memiliki imeperium memjadikan raja berhak
menentukan putusan dalam semua kasus pengadilan, karena raja juga dapat
berfungsi sebagai sebagai kepala keadilan Roma. Meskipun raja bisa menunjuk
pontif untuk bertugas sebagai hakim dalam perkara-perkara kecil, raja memiliki
otoritas tertinggi dalam semua kasus yang dibawa ke hadapannya, baik perkara
pidana maupun perdata. Ini menjadikan raja sangat berkuasa baik dalam masa
damai maupun dalam masa perang. Beberapa sejarawan percaya bahwa keputusan raja
tidak dapat diganggu gugat dan dengan dimikian tidak dapat dilakukan banding.
Namun beberapa sejarawan lainnya meyakini bahwa permohonan banding dapat
diajukan pada raja oleh kalangan bangsawan pada pertemuan Majelis
Curiate.
Untuk membantu raja, sebuah dewan bertugas
menasehati raja selama persidangan, namun rajalah yang berhak menentukan
putusan akhirnya. Raja juga menunjuk dua detektif kriminal (Quaestores
Parridici) sebagai pengawas pada kasus-kasus pengkhianatan.
Menurut Livius, Tarquinius Superbus,
raja ketujuh dan terakhir Romawi, menghakimi kasus-kasus kriminal tanpa
penasehat, sehingga menciptakan ketakutan pada orang-orang yang hendak melawannya.[8]
Daftar raja yang pernah memerintah
Romulus
Romulus adalah raja pertama sekaligus pendiri
Roma. Romulus mendirikan Roma di atas bukit Palatine. Setelah mendirikan Roma,
Romulus mengizinkan semua laki-laki, baik manusia bebas ataupun budak,
untuk datang dan menjadi warga Roma.[9] Untuk menyediakan istri
bagi warganya, Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin sehingga kerajaan
Sabin memerangi Roma.[10] Setelah berperang dengan
kaun Sabin, Romulus berbagi gelar dengan raja Sabin, Titus
Tatius.[11][12] Pada masa
pemerintahannya, Roma juga berperang dengan kerajaan Fidenate dan Veii.[13]
Romulus memilih 100 orang bangsawan untuk
membentuk senat sebagai dewan penasihat
bagi raja.[14] Setelah penggabungan
dengan Sabin, Romulus menambah lagi 100 sebagai senat.[15] Romulus membagi
rakyatnya menjadi tiga puluh curiae (golongan), dinamai
berdasarkan tiga puluh wanita Sabin yang berperan dalam menghentikan perang
antara Romulus dan Titus Tatius. Pewakilan tiap Curiaeberkumpul
membentuk Dewan Curiata.[16]
Numa Pompilius
Setelah kematian Romulus, terjapada masa interregnum selama satu tahun dimana
10 orang anggota senat terpilih memerintah sebagai interrex.
Senat kemudian memilih Numa Pompilius, seorang Sabin, untuk menjadi raja
berikutnya. Dia dipilih karena reputasinya sebagai orang yang adil dan beriman.[19] Meskipun awalnya Numa
tidak mau menerima jabatan kerajaan, ayahnya meyakinkannya untuk menerima
posisi itu sebagai cara untuk melayani para dewa.[20]
Masa pemerintahan Numa ditandai dengan
perdamaian dan reformasi keagamaan.[21] Numa membangun kuil Janus dan melakukan
kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma. Numa kemudian menutup pintu
kuil tersebut untuk menunjukkan keadaan damai.[22][23] Numa juga banyak
menetapkan dan mendirikan jabatan keagamaan di Roma, contohnya perawan
vesta, Pontifex
Maximus, Salii, flamine.[24][25] Numa mereformasi kalender Romawi dengan
menambahkan bulan Januari dan Februari sehingga totalnya
menjadi 12 bulan.[22][26] Numa mengatur wilayah
Roma menjadi distrik-distrik untuk menciptakan
aministrasi yang lebih baik, membagi-bagi tanah kepada para penduduk, dan
membentuk serikat dagang.[27] Tradisi mengatakan bahwa
pada masa pemerintahan Numa perisai Jupiter jatuh darilangit,
dengan masa depan Roma tertulis di atasnya. Numa memerintahkan untuk membuat
sebelas salinannya, yang kemudian dipuja sebagai benda suci oleh orang Romawi.[28] Numa memerintah selama
43 tahun dan meninggal secara alami[29][30]
Tullus Hostilius
Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka
berperang dibanding mengurusi masalah keagamaan.[31] Pada masa
pemerintahannya, Roma memusnahkan kerajaan Alba Longa dan mengambil seluruh
penduduknya.[32] Dia juga berperang
dengan kerajaan Fidenae, Veii, dan Sabin. Dia membangun tempat baru untuk
senat, Curia
Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah kematiannya.[33]
Dalam suatu cerita, Tullus mengabaikan para dewa hingga akhirnya ia jatuh
sakit. Tullus kemudian memanggil Jupiter dan memohon
pertolongannya namun Jupiter membakar sang raja dengan petirnya.[34]Tullus
memerintah Roma selama 31 tahun.[35][36]
Ancus Marcius
Koin bergambar Ancus Marcius dan kakeknya,Numa Pompilius.
Setelah kematian Tullus Hostilius yang
misterius, senat Romawi memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius, sebagai
raja. Seperti kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang
jika dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga
Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia banyak membangun
infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, pelabuhan, dan
pabrik garam. Dia juga membangun jembatan pertama yang melalui sungai
Tiber. Setelah memimpin selama 25 tahun, Dia meninggal secara
alami seperti kakeknya, menandai berakhirnya pemerintahan raja Latin-Sabin di
Roma.
Tarquinius Priscus
Tarquinius Priscus merupakan keturunan
Etruska. Setelah pindah ke Roma, dia diadopsi oleh Ancus Marcius. Dalam masa
pemerintahannya, dia memenangkan banyak peperangan melawan kerajaan lain dan
membuat Roma memperoleh banyak harta rampasan perang.
Dia menambahkan 100 anggota dari suku Etruska
ke dalam senat. Dia juga menambah jumlah tentara menjadi 6.000 infantri dan 600 kavaleri.[37] Dia membangun kuil
Jupiter,Circus Maximus (arena
balap kereta kuda), mendirikan Forum Romawi, mengadakan kompetisi olahraga
Romawi, dan memperkenalkan lambang militer Romawi.
Setelah menjadi raja selama 25 tahun, dia
dibunuh oleh anak kandung Ancus Marcius.
Servius Tullius
Tarquinius Priscus digantikan oleh
menantunya, Servius Tullius. Servius adalah raja Roma kedua yang merupakan
keturunan Etruska. Servius mengadakan sensus penduduk pertama dan
membagi-bagi penduduk Roma berdasarkan tingkat ekonominya dan wilayah
geografisnya. Dia mendirikan Dewan Centuria dan dewan Suku. Dia membangun kuil Diana dan tembok yang
mengelilingi tujuh bukit di Roma. Dia memerintah selama 44 tahun kemudian
dibunuh oleh putrinya (Tullia) dan menantunya (Tarquinius Superbus).
Tarquinius Superbus
Tarquinius Superbus anak dari Tarquinius
Priscus dan menantu Servius Tullius. Tarquinius Superbus juga adalah orang
Etruska. Tidak seperti raja-raja sebelumnya, masa pemerintahan Tarquinius
Superbus diisi dengan kekejaman dan teror sehingga rakyat memberontak padanya.
Kekuasaan Tarquinius Superbus berakhir pada 509
SM, sekaligus menandai berakhirnya pengaruh Etruska di
Romawi dan pembentukan Republik.[38] Sementara Tarquinius
Superbus melarikan diri ke kota Tusculum dan kemudian ke Cumae, di
mana ia meninggal dunia pada 496 SM.[39]
Senat
Senat kerajaan Romawi
Romulus mendirikan Senat setelah dia mendirikan
Roma. Dia memilih orang-orang dari kaum bangsawan (orang-orang yang memiliki
kekayaan dan istri serta anak yang sah) untuk menjabat sebagai dewan kota.
Dengan demikian, Senat adalah dewan penasihat raja. Senat terdiri dari 300 orang
Senator, dimana 100 orang Senator mewakili tiga suku kuno di Roma: Ramnes
(latin), Tities (Sabin), dan Lukeres (Etruska). Raja memiliki kekuasaan untuk
mengangkat Senator namun harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.
Dalam pemerintahan monarki, Senat hanya
memiliki sedikit kekuasaan dan kewenangan karena sebagian besar kekuasaan
dipegang oleh raja, selain itu raja dapat menjalankan semua kewenangannya tanpa
persetujuan Senat. Fungsi utama Senat adalah melayani raja sebagai penasihat
dan koordinator legislatif. Setelah undang-undang yang diusulkan oleh raja
melewati Comitia Curiata, Senat bisa menolaknya atau menyetujuinya sebagai
hukum. Raja bisa meminta pertimbangan pada Senat mengenai masalah tertentu
namun pada akhirnya rajalah yang memutuskan. Raja memiliki kewenangan untuk
mengadakan rapat Senat kecuali selama interregnum,
dimana Senat bisa mengadakan rapatnya sendiri.
Pemilihan raja
Ketika seorang raja mati, Romawi memasuki
masa interregnum.
Kekuasaan tertinggi negara akan berpindah ke Senat, yang bertanggung jawab
untuk mencari raja baru. Senat akan berkumpul dan menunjuk salah satu
anggotanya sendiri (interrex) untuk bertugas selama lima hari dengan
tujuan mengusulkan raja berikutnya. Setelah lima hari, seorang interrex akan
menunjuk (dengan persetujuan Senat) Senator lain sebagai interrex. Proses ini
akan terus berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan
calon yang cocok, ia akan mengusulkannya pada Senat dan Senat akan meninjau
calon tersebut. Jika Senat menyetujuinya, interrex akan memanggil Majelis
Curiate untuk mengadakan sidang.
Setelah diusulkan kepada Majelis Curiate,
rakyat Romawi dapat menerima atau menolaknya. Jika diterima, raja terpilih
tidak segera menjalankan tugas. Dia harus melalui dua proses lagi sebelum
mendapatkan kekuasaan penuh. Pertama, raja harus menjalani upacara keagamaan
yang dipimpin oleh seorang augur.
Kedua, pemberian kewenangan dari Majelis Curiate kepada raja terpilih.
Akhir kerajaan
Raja ketujuh Romawi, Tarquinius Superbus,
memerintah dengan kejam. Dia menggunakan kekerasan, pembunuhan, dan teror untuk mempertahankan
kekuasaannya. Sang raja juga mencabut banyakkonstitusi yang telah ditetapkan
oleh pendahulunya. Puncaknya adalah peristiwa pemerkosaan Lucretia yang kemudian
menyebabkan rakyat memberontak dan menggulingkan kekuasaan raja. Setelah itu,
Romawi menjadi sebuah republik.
Romawi pasca-monarki
Untuk menggantikan kepemimpinan raja,
dibuatlah lembaga baru bernama konsul.
Konsul terdiri dari dua orang, dipilih untuk masa jabatan selama satu tahun,
dan konsul yang satu dapat membatalkan kebijakan konsul yang lain. Awalnya,
konsul memiliki kekuasaan seperti raja, dalam perkembangan selanjutnya,
kekuasaan konsul dikurangi dengan adanya hakim-hakim yang memegang wewenang
tertentu. Yang pertama muncul adalah praetor,
yang membuat konsul tak lagi memiliki otoritas yudisial. Kemudian ada censor yang mengambil alih dari
konsul hak untuk melakukan sensus.
Rakyat Romawi kemudian menciptakan jabatan
yang disebut diktator.
Seorang diktator memiliki wewenang penuh atas masalah-masalah sipil dan militer.
Kekuasaan diktator begitu mutlak sehingga jabatan ini hanya berlaku pada
masa-masa darurat. Walaupun tampaknya mirip dengan raja, diktator Romawi
memiliki masa jabatan yang terbatas yaitu enam bulan. Berlawanan dengan konsep
modern diktator sebagai perampas kekuasaan, diktator Romawi dipilih secara
bebas, biasanya berasal dari jajaran konsul.
Setelah menjadi republik, kekuasaan keagamaan
raja diberikan kepada dua jabatan baru: Rex Sacrorum dan Pontifex
Maximus. Rex Sacrorum secara de
jure adalah pejabat agama
tertinggi di Republik. Tugas utamanya adalah mengadakan pengorbanan tahunan
untuk Jupiter, sebelumnya tugas ini
dilakukan oleh raja. Sedangkan pejabat agama tertinggi secara de
facto adalah
Pontifex Maximus, yang memegang sebagian besar wewenang keagamaan. Dia memiliki
kekuasaan untuk menunjuk dan mengangkat pejabat-pejabat keagamaan seperti perawan
Vesta, pendeta, dan bahkan Rex Sacrorum. Pada awal abad ke-1
SM, jabatan Rex Sacrorum dilupakan dan Pontifex Maximus memperoleh hampir
seluruh kewenangan keagamaan Romawi.
Kembalinya monarki
Augustus Caesar, kaisar pertamaRomawi.
Dengan naiknya Gaius
Julius Caesar dan
anak angkatnya Gaius
Julius Caesar Octavianus (Augustus Caesar), Romawi hampir dipimpin
kembali oleh raja. Gaius Julius Caesar terpilih sebagai Pontifex Maximus dan
diktator selama seumur hidup, yang memberinya kekuasaan lebih banyak daripada
raja-raja terdahulu. Namun sebelum berhasil mengubah Romawi, Caesar lebih dulu
terbunuh pada 15
Maret 44 SM.
Selama periode antara 28 SM dan 12 SM, Augustus memperoleh konsuler kekaisaran
dan kekuasaan Tribun
Rakyat, dikombinasikan dengan posisi Pontifex Maximus dan Princeps
Senatus. Semua jabatan tersebut membuat Augustus menjadi sangat
berkuasa. Augustus kemudian mendirikan Kekaisaran Romawi, ini adalah awal dari
masa Principatus.
Meskipun telah menjadi kekaisaran, lembaga-lembaga republik masih tetap ada
sampai masa Dominatus.
Bahkan sampai era Bizantium, kaisar akan berbagi
gelar konsul. Ada juga kepausan, yang memerintah Romawi
untuk jangka waktu tertentu, bersama dengan Negara
Kepausan.
thanks u
ردحذفjudi bola online | tangki timbun cpo | SenangPoker.com Agen Judi Poker Online Terpercaya Indonesia
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/11/waspada-cuaca-buruk-ini-resep-jaga.html
ردحذفhttps://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/11/peneliti-yogyakarta-kembangkan-singkong.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/11/menahan-kencing-bisa-sebabkan-kerusakan.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Dominovip.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- Skype : Vip_Domino
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523